Ahli BPK RI: Pinjaman Diberikan KCP Bank Syariah Mandiri Perdagangan ke PT Tanjung Siram tak Sesuai Prosedur, Negara Dirugikan Rp32,5 M

Pinjaman Diberikan KCP Bank Syariah Mandiri Perdagangan ke PT Tanjung Siram tak Sesuai Prosedur

topmetro.news – Pinjaman dana oleh Kantor Cabang Pembantu (KCP) PT Bank Syariah Mandiri (BSM) Perdagangan, Kabupaten Simalungun, Sumut sebanyak dua kali dengan total Rp50 miliar kepada PT Tanjung Siram (TS) pada November 2009 sampai dengan Bulan April 2016 lalu, dinilai tidak sesuai prosedur.

Hal itu diungkapkan Teguh Siswanto selaku auditor (ahli penghitungan keuangan negara) pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI secara video teleconference (vicon) yang dihadirkan tim JPU dari Kejaksaan Agung (Kejagung) RI dan Kejari Simalungun, Kamis (16/9/2021), di Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan.

Menjawab pertanyaan JPU dari Kejagung yang juga bersidang secara vicon, ahli menerangkan bahwa model audit yang berlaku juga berkoordinasi dengan pihak lainnya. Seperti dari tim investigasi pembiayaan investasi.

“Ijin Yang Mulia. Selain memeriksa berkas maupun dokumen, tim kami (BPK RI) juga melakukan pengecekan fisik ke lapangan. Seperti kebun di Desa Bagan Baru, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara dan di Aek Kanan, Kabupaten Padanglawas Utara (Paluta), Provinsi Sumut serta melakukan klarifikasi terhadap berbagai pihak,” urai Teguh.

Temuan mereka antara lain, harga jual beli kebun tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Atau terindikasi penggelembungan harga alias markup. Hal ini sebagaimana amanat Surat Keputusan (SK) Direksi Bank Indonesia (BI) No. 27 pada Maret 1995.

Pemberian fasilitas kredit oleh KCP PT BSM Perdagangan ketika itu terdakwa Dhanny Surya Satrya selaku Pj Kepala Cabang (Kacab) PT BSM kepada Memet Soilangon Siregar sebagai selaku Direktur PT TS (terdakwa pada berkas penuntutan terpisah-red) tidak sesuai dengan pedoman di internal bank plat merah tersebut.

Seharusnya pimpinan di KCP PT BSM Perdagangan memeriksa data-data objek yang jadi agunan ke berbagai instansi berwenang. Seperti Badan Pertanahan Nasional maupun Dinas Kehutanan setempat dan instansi lainnya.

“Sebelum pinjaman (kredit) diberikan seharusnya dilakukan analisa pembiayaan secara menyeluruh dan mendalam. Harus diyakini kemampuan nasabah mengembalikan pinjaman. Diteliti data yang diagunkan. Pemberian kredit fasilitas (tahap) I sebesar Rp5 miliar secara seharusnya secara bertahap sesuai progres pekerjaan di lapangan namun faktanya dicairkan sekaligus,” tegasnya. Belakangan diketahui bahwa kebun yang dikelola PT TS berada di kawasan hutan produksi.

Salah Gunakan Kredit

Tim audit BPK RI juga menyampaikan fakta terbilang mencengangkan seputar indikasi penyalahgunaan penerimaan fasilitas kredit yang diberikan kepada terdakwa Dhanny Surya Satrya.

Yakni kredit fasilitas II (Rp30 miliar-red) seyogianya untuk pembelian, rehabilitasi dan perawatan tanaman bunga sebesar namun Rp5,6 miliar di antaranya ditransfer ke dua perusahaan yang masih satu ‘toke’ dengan PT TS. Bahkan saksi Yul, salah seorang staf PT TS membeli valuta asing (valas) di bursa efek sebesar Rp660 juta.

“Hasil audit kami Yang Mulia, pinjaman yang diberikan ke PT TS Rp35 miliar dikurang angsuran hingga 30 Nov 2019 dan berakhir dengan kredit macet sebesar Rp32,5 miliar lebih dan dianggap kerugian keuangan negara,” pungkas Teguh Siswanto.

Mendekati pukul 17.00 WIB tadi, Hakim Ketua Jarihat Simarmata menskors sidang untuk istirahat dan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan ahli kerugian keuangan negara bernama Siswo.

Sebelumnya penuntut umum menjerat kedua terdakwa dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Subsidair, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

reporter | Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment